Archive for the ‘Sejarah’ Category


PENDEKAR WANITA KETURUNAN TIONGHOA YANG MIRIP DENGAN KISAH MULAN YANG MENYAMAR JADI PRAJURIT LAKI-LAKI

Di daerah Kebumen, Jawa Tengah, ada sebuah makam tua yang berada di tengah sawah. Uniknya, di sana ada sebuah gapura bergaya arsitektur Tionghoa.

Dari keterangan sebuah nisan, makam tua itu adalah milik R.A K.R.A.T Kalapaking III, atau bisa disebut Raden Ayu Tan Peng Nio.

Raden Ayu Tan Peng Nio merupakan seorang pejuang Indonesia keturunan Tionghoa. Ia ikut berperang dalam perang Geger Pecinan melawan tentara Belanda.

Tan Peng Nio merupakan anak dari Jenderal Tan Wan Swee. Sebelumnya, Tan Wan Swee berselisih pendapat dan melakukan pemberontakan yang gagal terhadap Kaisar Qian Long (1711-1799) dari Dinasti Qing. Ia kemudian menitipkan Tan Peng Nio kepada sahabatnya, Lia Beeng Goe, seorang ahli pembuat peti mati dan ahli bela diri. Setelah pemberontakan itu gagal, Tan Peng Nio menjalani pelarian bersama Lia Beeng Goe ke Singapura, lalu berpindah ke Sunda Kelapa (sekarang Jakarta).

Pada tahun 1741, terjadi sebuah huru-hara yang terkenal dengan nama Geger Pecinan. Saat itu, terjadi pembantaian terhadap etnis Tionghoa oleh tentara VOC. Saat pembantaian itu terjadi, Lia Beeng Goe dan Tan Peng Nio mengungsi ke arah timur hingga tiba di Kutowinangun, Kebumen. Di sana mereka bertemu Kiai Honggoyudho yang mahir membuat senjata.

Ketika terjadi peperangan dan penyerbuan selama 16 tahun (1741-1757) atau Perang Kuning oleh Pangeran Garendri, Tan Peng Nio dikabarkan ikut bergabung ke dalam 200 tentara bentukan KRAT Kolopaking II yang dikirim untuk ikut membantu pasukan Garendri. Saat itu, Tan Peng Nio dikabarkan menyamar menjadi prajurit laki-laki.

Peperangan itu kemudian berakhir dengan terjadinya Perjanjian Giyanti. Setelah perang berakhir, ia menikah dengan KRT Kolopaking III dan menetap di Kutowinangun, Kebumen. Dari pernikahannya, mereka dikaruniai dua orang anak yaitu KRT Endang Kertawangsa dan RA Mulat Ningrum.

Tan Peng Nio menetap di Kebumen hingga akhir hayatnya. Saat meninggal, ia dikebumikan di Desa Jatimulyo, Kecamatan Alian, Kebumen. Makamnya dibangun dengna gaya Tionghoa. Hingga kini makamnya cukup sering didatangi peziarah.

Sumber: https://www.facebook.com/share/p/CgVxFs9t4NAbiHf7/?mibextid=oEMz7o


huruf dan bahasa khas kaum muslim di nusantara
.
Huruf pegon ialah abjad arab namun sudah terliterasi dengan bahasa bahasa lokal di nusantara . ..para ahli bahasa menyebut huruf pegon pertama kali di gunakan di pesantren Ampel denta milik sunan ampel di surabaya , bersamaan masuknya sunan ampel di majapahit tahun 1400 .
Pegon pertama kali di gunakan untuk bahasa jawa .
Saat itu masyarakat jawa masih menggunakan bahasa kawi dalam percakapan sehari hari ,
Para da’i dan mubaligh paham orang2 jawa sangat kuat dalam bidang sastra ,khususnya bahasa , tak mudah bagi mereka untuk beralih ke bahasa arab .
Sedangkan para sunan memerlukan pengantar agar Qur’an mudah diterjemahan ke bahasa Lokal.
Untuk itulah tulisan pegon berfungsi dengan baik.
Suluk sunan bonang salah satunya , tembang tembang nasehat bertuliskan abjad arab namun memakai bahasa jawa kawi.
Dari pesantren Ampel ,tulisan pegon menyebar ke berbagai penjuru nusantara dan berliterasi dengan bahasa setempat , ada yg memakai bahasa sunda ,melayu ,madura .karena asalnya dr ampel itulah sampai sekrg tulisan pegon sering disebut juga TULISAN JAWI.
versi lain tulisan pegon pertama kali di pakai sunan gunung jati , ada pula yg menyebut penemu tulisan Pegon ialah syehk nawai al bantani, seorang ulama besar kebanggaan masyarakat banten
.
( nu.or.id)



Ini saya mulai dari sejarah Dinasti Ming yang mulai memerintah Kekaisaran Cina tahun 1368 M, setelah menaklukkan Dinasti Yuan yang didirikan oleh Kubilai Khan. Zhu Yuanzhang memimpin pasukan perjuangan kaum petani, berhasil mengusir bangsa Mongol di Cina.
Zhu Yuanzhang / Hongwu (memerintah tahun 1368 – 1398 M) menjadi kaisar pertama Dinasti Ming menerapkan kebijakan luar negeri baru, yakni menjalin persahabatan dengan negara-negara tetangga termasuk di kawasan Asia Tenggara. Kerajaan-kerajaan tetangga yang tidak akan diserbu salah satunya termasuk kerajaan Jawa. (Berarti pada waktu itu di Jawa adalah era kerajaan Majapahit dengan rajanya Hayam Wuruk, memerintah tahun 1350 – 1389 M).
Kekaisaran Dinasti Ming di era Kaisar Zhu Di (Yongle) mengutus seorang laksamana muslim bernama Cheng Ho mulai tahun 1405 M, untuk memimpin ekspedisi berkeliling ke negara-negara lain.
Cheng Ho merupakan tokoh yang lahir di Distrik Kunyang, Provinsi Yunan, wilayah yang sejak lama dihuni warga Cina muslim. Cheng Ho merupakan anak dari Ma Hazhi (Haji Ma) yang beragama Islam. Pada waktu Cheng Ho masih kecil, kekaisaran Dinasti Ming menaklukkan wilayah Yunan. Ayah Cheng Ho terbunuh dan Cheng Ho kecil ditangkap dan dikebiri oleh tentara Ming, lalu dibawa ke Beijing (Peiping). Cheng Ho kemudian mengabdi sebagai kasim kepada raja Zhu Di. Cheng Ho turut dalam peperangan dan menyelamatkan nyawa raja Zhu ketika menyerang Kaisar Jianwen, sehingga dia dianugerahi nama keluarga Zheng. Oleh karena kesetiaan dan kerja kerasnya maka lama-kelamaan Cheng Ho diangkat menjadi pejabat tinggi istana dan ditunjuk menjadi laksamana dalam ekspedisi laut terbesar dalam sejarah Cina.
Ma Huan, salah seorang asisten Cheng Ho, mencatat peristiwa-peristiwa ketika melakukan kunjungan ke Majapahit di tahun 1413 dan 1431 M.
Ma Huan mencatat bahwa raja Majapahit dan penduduk pribumi Majapahit masih menjalan ritual pemakaman Hinduisme ataupun Shamanis. Hanya warga minoritas Arab dan India yang memeluk Islam. Artinya, waktu itu Ma Huan melihat bahwa di Majapahit sudah ada penduduk Arab dan India yang beragama Islam. Tetapi sebelumnya, di tahun 1405 M, Ma Huan sudah mendapati semakin banyaknya komunitas Cina muslim yang hidup menetap di Sumatera dan Jawa. Pada tahun 1420-an (berarti di era Raja Wikramawardana), di Majapahit sudah banyak berdiri masjid di Semarang, Sembung, Sarincil, Talang, Ancol, Lasem, Tuban, Gresik, dan Jiaotung (?).
Banyaknya komunitas muslim Cina di Jawa membuat Cheng Ho melakukan pengawasan dengan menunjuk Haji Gan Eng Chu pada tahun 1423 M sebagai Konsul Jenderal Ming Cina yang bertugas mengawasi orang-orang Cina di Kepulauan Melayu. Eng Chu berkantor di Tuban dan secara de facto melayani Majapahit menjadi Syahbandar di Tuban, sehingga raja Majapahit menganugerahkan gelar A Lu Ya (mungkin maksudnya Arya) kepada Eng Chu, seorang Cina muslim kepercayaan laksamana Cheng Ho. (Oleh karena pada waktu itu belum ada doktrin National State / negara bangsa, maka pejabat Kekaisaran Cina juga dapat merangkap menjadi pejabat Majapahit).
Di Majapahit juga terdapat banyak warga para imigran dari Cina nonmuslim. Sedangkan orang-orang Cina muslim awal yang ada di Majapahit adalah mereka yang orang tuanya memeluk Islam, diperkirakan merupakan keturunan para pembelot Hui Hui Cina dari tentara Mongol. Desetir Hui Hui tersebut kemudian menikah dengan para perempuan Jawa dan menetap di Jawa. Artinya, keberadaan orang-orang Cina di Jawa tersebut mulai ada pada era menjelang berdirinya Majapahit.
Menurut kesaksian pengelana Cina bernama Wang Da Yuan yang berkelana di Asia Tenggara, termasuk di Jawa pada tahun 1337 – 1339 M, dalam buku catatannya berjudul Daoyi zhilue, dia menulis tentang sisa-sisa pejuang Mongol yang menetap di Gelam. Orang-orang Cina sisa pasukan Mongol tersebut menetap hidup di tengah-tengah kaum pribumi. Mereka adalah orang-orang Cina Hui Hui. Bangsa Cina Hui Hui tersebut juga mempunyai leluhur orang Arab dan Persia. (Jadi, mereka orang-orang Cina blasteran).
Mengenai keberadaan orang-orang Arab di Jawa, dimulai dari perkembangan peradaban Islam yang maju pesat di abad ke – 9 M yang berpusat di Baghdad yang wilayahnya membentang dari Samudera Atlantik hingga perbatasan Cina dan India, sehingga pada abad ke – 10 M para pedagang Arab mendominasi jalur-jalur perdagangan tersebut, kapal-kapal Arab berlayar menyusuri Teluk Arab melintasi Samudera Hindia menuju kawasan Asia Tenggara (termasuk Jawa). Para pedagang tersebut membentuk koloni-koloni di India, Sri Lanka, Champa di Semenanjung Indochina, Kepulauan Melayu, dan Cina (Ghuangzhou, Quanzhou, dan Yangzhou), hingga di abad ke-13 para pedagang muslim Arab dan India semakin banyak yang menetap di Jawa dengan membentuk komunitas-komunitas. Di Gresik, terdapat peninggalan berupa makam seorang perempuan muslimah bernama Fathimah yang meninggal tahun 1082 M. (berarti hidupnya di era Raja Sri Jitendrakara Kerajaan Kediri, jauh sebelum berdirinya kerajaan Singasari / Tumapel tahun 1222 M).
Dengan demikian, bahkan sejak sebelum zaman Majapahit di Jawa telah ada warga etnis Cina (muslim dan non-muslim) dan Arab yang hidup menetap, dan menikah dengan orang-orang Jawa.
(Bersumber dari buku berjudul Cheng Ho, Penyebar Islam dari China ke Nusantara, karya Tan Ta Sen, diterbitkan PT. Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2010, cetakan kedua 2018, dengan meneliti lebih 120 naskah sejarah sumber primer, dan lebih dari 200 sumber sekunder, serta penelitian lapangan)
Tan Ta Sen adalah Presiden Internasional Zheng He Society, Direktur Cheng Ho Cultural Museum, Malaka, Dosen Senior Ngee Ann College, Peneliti di Institute of Southeast Asian Studies, asisten Profesor di Nanyang University Singapura, menguasai Bahasa Sansekerta, Arab, Melayu, Indonesia, Jawa, Batak, Belanda, Inggris dan China).

Sumber: https://www.facebook.com/groups/1601022247083479/permalink/1767034557148913/?mibextid=Nif5oz


Daftar Tokoh yg pernah menjadi Mahapatih Kerajaan Majapahit. (Bersumber pada bukti primer prasasti maupun bukti sekunder berupa naskah/lontar sesudahnya)

Mahapatih atau Rakryan Mahapatih (Patih Amangkubhumi) adalah jabatan tertinggi setelah Sri Maharaja (raja besar) pada zaman kerajaan Nusantara kuno, khususnya pada era Majapahit. Jabatan ini setingkat dengan jabatan Perdana Menteri (mantri mukya).

Daftar Mahapatih Majapahit :

💂 Nambi (1294-1316)
💂 Dyah Halayuda (1316-1323)
💂 Arya Tadah (1323-1334)
💂 Gajah Mada (1334-1364)
💂 Lembu Nala (1365-1376)
💂 Gajah Enggon (1376-1394)
💂 Gajah Manguri (1394-1398)
💂 Gajah Lembana (1398-1410)
💂 Tanaka (1410-1430)
💂 Pu Wahana (1430-1498)
💂 Patih Udara (1498-1527)

Sumber: https://www.facebook.com/share/p/pLiqFDDb5qNLDsk1/?mibextid=oEMz7o


Orang Jawa juga ada Tidak percaya pencapaian Leluhur mereka..?!

Begitulah sebab sudah terpaut jauh dan tersungkur dalam kuasa kolonialisme. Dimana Penjajah menyebut dengan istilah inlander.

Leluhur Jawa Berlayar ke bengali Teluk Aden bukanlah hal yang asing. Berperang ke indocina juga bukan hal yang tidak pernah terjadi. Sejak Zaman Medang hingga Majapahit leadership Jawa selalu meningkatkan kemampuan pertanian, metalurgi, perkapalan, Hukum2 seperti Kutaramanawa dan Toleransi antar umat berAgama.

Kapal kapal besar jawa dan pelayaran ke tempat tempat Jauh mereka tercatat dalam prasasti2 di indocina,suma oriental, catatan general shibi dan lain lain.

Kutipan suma oriental ” Dikabarkan bahwa dulu, wilayah kekuasaan Negeri Jawa luas hingga mencapai Maluku (Maluco) yang ada di sebelah Timur dan sebagian besar wilayah barat. Negeri Jawa bahkan nyaris menguasai pulau Sumatra dan pulau — pulau lain yang dikenal oleh orang — orang Jawa.
Hal ini berlangsung untuk waktu yang lama, kurang lebih seratus tahun, hingga akhirnya kekuatan Negeri Jawa mulai berkurang dan keadaannya menjadi seperti sekarang, sebagaimana yang akan dijelaskan di bawah ini.
Di masa itu, Negeri Jawa sangat berkuasa karena kekuatan dan kekayaan yang dimilikinya, juga karena kerajaan ini melakukan pelayaran ke berbagai tempat yang sangat jauh—mereka menegaskan bahwa kerajaan ini berlayar hingga ke Aden dan bahwa perdagangannya yang terbesar dilakukan di Bonuaquelim, Bengal, dan Pasai—di mana mereka menguasai seluruh perdagangan yang ada.
Seluruh pelautnya merupakan orang pagan, mereka mengumpulkan para pedagang yang membawa banyak komoditas di sepanjang pesisir pantai. Hasilnya, tidak ada satu pun tempat yang dikabarkan mampu menyamai kebesaran dan kekayaan lokasi ini.
Pedagang — pedagang tersebut terdiri dari orang Cina, Arab, Persia, Gujarat, Bengal .

Pembangunan Maritim yang bertahap sejak era Medang meskipun diwarnai jatuh bangun seperti Mahapralaya medang, kudeta Jayakatwang, dan lain lain tidaklah mengurangi peningkatan teknologi Jawa. Penemuan2 baru seperti senjata cetbang, gamelan dari metalurgi tidak hancur.

Kehancuran itu terjadi ketika paregreg. Gambaran paregreg harus mendapat alternatif history suatu perang yang menghancurkan Armada2 jung besar Jawa dan Jawa sulit kembali pulih seperti sedia kala.keadaan Jawa telah seperti yang bisa di baca pada catatan Ma huan.

kapal kapal besar jawa lebih besar dari kapal Vasa dari Denmark yang dibangun tahun 1600an berbobot 1200 ton kemudian tenggelam namun masih utuh dan diangkat kemudian diMuseumkan.KAPAL besar Jawa tersisa satu kapal yang dibangun diperkirakan dibangun selama tiga tahun pada masa Demak hendak menyerang portugis diMalaka itu terdapat dalam catatan portugis lebih besar dari kapal2 portugis diMalaka.

Kapal kapal itu pernah dijumpai oleh jendral Yuan yaitu shibi yang berjumalh sekitar 100 Kapal besar berkepala setam dipimpin Kebo Mundarang pengikut Raja Jayakatwang. Jumlah itu belum seluruhnya karna armada Pamalayu pimpinan Kebo Anabrang masih diBumi Melayu.

pada masa sebelum kejatuhan kejayaan Mataram, catatan orang orang belanda masih mencatat rakyat mataram yang memiliki beraneka ragam senjata termasuk senjata api.

kemerdekaan pembangunan Manusia itu luruh dibawah kekuasaan Batavia, yang membuat pelarangan jangkauan berlayar, pembatasan tonase kapal, pada pesisir Jawa. Jumlah populasi Jawa yang besar yang sebelumnya merupakan kekuatan para Raja Jawa dalam kekuasanya itu dijadikan pekerja oleh belanda bagi perkebunan2 milik mereka seperti diSumateraTimur, Suriname juga diperkebunan Belanda diPulau Jawa. pendidikan tidak diperhatikan hingga datang protes dari pegiat kemanusiaan belanda akibat ekploitasi yang kelewat batas kemanusiaan diHindia belanda maka melahirkan politik etis. atau politik balas budi yang sebenarnya juga diarahkan mendidik kaum cerdik bumiputera untuk menjadi pegawai kolonial. Namun beberapa dari mereka justru tersadar dan memilih tidak menggunakan ijazah mereka untuk mencari hidup nyaman di bawah kolonialisme tetapi membebaskan suku bangsanya dari kegelapan terbelenggu Raksasa kolonial yang diawali sebuah perusahanan Internasional Voc.

dan kini ketika terdapat cerita pencapaian leluhur mereka suatu masa dahulu pernah perkasa berlayar berdagang, berperang dan berkuasa pada banyak tempat orang jawa sendiri pun menjadi tidak percaya apakah mungkin Jawa dahulu mampu melakukanya.

Meskipun begitu jejak jejaknya tercatat
berikut ini daftar catatan pencapaian Leluhur Jawa.

Negarakertagama:uraian semua wilayah Majapahit.
Pararaton :sumpah palapa hingga selesai.

Hikayat hikayat: (pasai,lamalera:bercerita perjalanan Armada Majapahit ke timur nusantara, Banjar, Datu Banua lima, sulatus salatin).

Kronik2 dinasti cina seperto kronik Ming, Yuan mendukung data data klaim dalam negarakertagama

sebuah buku yang mengisahkan balatentara Majapahit berada di ayuthaya dan Kamboja.

pembahasan gelar Sundarapandya dewa adiswara pada Raja Jayanegara dan kaitan Majapahit terhadap srilanka dan sebagian india. juga ada pada web nusantara review.

[INILAH BEBERAPA BUKTI-BUKTI BAHWA MAJAPAHIT (ATAU WILWATIKTA) DAPAT MEMPERSATUKAN NUSANTARA

Sumber : Catatan-catatan Sejarah dari Luar Jawa

  1. Sulalatus Salatin (Sejarah Melayu) -> Menyinggung bahwa Majapahit memiliki kekuasaan yg besar dan menyebutkan tentang banyaknya raja-raja Nusantara yg tunduk pada Raja Majapahit. Juga mengabadikan kisah penyerangan Majapahit ke Singapura yg meruntuhkan Kerajaan Tumasik. Serangan ini merupakan permintaan dari seorang pejabat (Rajuna Tapa) yg ingin membalas dendam pada Raja Singapura (Parameswara) atas perlakuannya terhadap putri sang pejabat. Pasca Tumasik runtuh, Raja Singapura berhasil lolos ke Semenanjung Melayu dan kemudian mendirikan Kerajaan Malaka.
  2. Hikayat Raja-raja Pasai -> Mengisahkan tentang penyerangan Majapahit ke Samudra Pasai yg dipicu oleh sebuah tragedi yg menewaskan seorang putri Majapahit & seorang pangeran Pasai yg saling jatuh cinta. Hikayat ini juga menyebutkan tentang ekspedisi penaklukan Majapahit yg dimulai dari barat ke timur, bahkan juga menuliskan dengan cukup rinci daftar negeri-negeri di Nusantara yg tunduk pada Majapahit. Hikayat yg sama juga menyinggung tentang Perang Majapahit-Singapura, serta Pertempuran Padang Sibusuk, yakni serangan Majapahit ke Minangkabau.
  3. Ming Shilu -> Kronik Kekaisaran Ming Cina yg dalam salah satu babnya menyinggung tentang negeri-negeri di Sanfotsi (Sumatra) yaitu Palembang dan Jambi (Dharmasraya) yg mengirim utusan kepada Kaisar Cina untuk meminta pengakuan kemerdekaan mereka. Sang Kaisar membalas dengan mengirim sejumlah perwakilan Cina untuk meresmikan kemerdekaan kedua negeri tersebut. Tetapi dalam perjalanan, mereka dibunuh oleh prajurit Jawa yg dikirim oleh Raja Majapahit. Sang Raja kemudian mengirim utusan kepada Kaisar Cina untuk memberitahunya bahwa Palembang dan Jambi merupakan negara bawahan Majapahit. Mengetahui hal ini, Kaisar Cina segera menarik kembali dukungannya terhadap kedua negeri tersebut.
  4. Alamat Zaman Ketahtaan Nagari Baruni -> Kronik sejarah Brunei yg menyinggung bahwa Kerajaan Brunei (sebelum menjadi kesultanan) pernah menjadi bawahan Majapahit.
  5. Yingyai Shenglan -> Catatan perjalanan seorang pelaut Muslim Cina yg ikut dalam ekspedisi laut Ming pimpinan Laksamana Cheng Ho. Ia menuliskan pengalamannya kala mengunjungi Brunei, dimana Raja Brunei berusaha meminta bantuan Kaisar Cina untuk membebaskan negerinya dari Majapahit, namun dicegah oleh seorang perwakilan Jawa yg berada di antara para pejabatnya saat itu.
  6. Pasak Negeri Kapuas -> Sebuah buku tentang sejarah Kalimantan Barat yg menyinggung tentang ekspedisi penaklukan Majapahit ke negeri-negeri di sepanjang sungai Kapuas oleh pasukan pimpinan Patih Lohgender. Juga menuliskan tentang pernikahan antara Patih Lohgender dengan seorang putri dari Kerajaan Sintang, Dara Juanti. Buku yg sama juga menyebutkan tentang ekspedisi penaklukan Kesultanan Demak terhadap daerah-daerah kekuasaan Majapahit di Kalimantan Barat, yakni Sukadana, Sintang, Sambas, serta Sanggau dan Sekadau. Buku ini mencatat bahwa penyerangan ini dipimpin langsung oleh Pati Unus, Sultan Demak ke-2.
  7. Wadian Nan Sarunai Usak Jawa -> Syair ratapan suku Dayak Maanyan dari Kalimantan Selatan yg mengenang peristiwa hancurnya negeri mereka, Kerajaan Nan Sarunai oleh invasi Majapahit.
  8. Kronik Kutai -> Menyebutkan tentang kunjungan Raja Aji Maharaja Sultan dari Kutai Kartanegara ke keraton Majapahit di Trowulan untuk mempelajari ilmu adat istiadat dan tata cara pengelolaan pemerintahan kerajaan dari Majapahit, untuk diterapkan di negerinya. Ia didampingi oleh kakaknya (Maharaja Sakti) dan Raja Kutai Martadipura (Maharaja Indra Mulya). Di Trowulan, mereka (kecuali Indra Mulya yg memutuskan kembali ke negerinya tanpa alasan yg jelas) dibina langsung oleh Hayam Wuruk dan Gajah Mada. Raja Sultan dan kakaknya juga dikisahkan sempat membantu memadamkan sebuah pemberontakan. Keduanya lalu kembali ke Kutai didampingi seorang Patih Jawa sebagai perwakilan Majapahit di kedua negeri itu. Kehadiran seorang Patih dari Jawa sebagai wakil Majapahit atas negara bawahan maka menunjukkan bahwa wilayah Kutai telah tunduk secara sukarela pada Majapahit.
  9. Hikayat Negeri Butuni -> Kronik sejarah Kerajaan Buton di Sulawesi Tenggara yg mengabadikan kisah pernikahan antara penguasa Buton, Ratu Wa Kaa Kaa dengan seorang pangeran Majapahit, Raden Sibatara. Di sejumlah daerah di Sulawesi (terutama di bagian selatan), suatu negeri yg menikahkan putrinya dengan pangeran dari negeri lain dianggap sebagai pengakuan tunduk sebagai bawahan, karena merupakan upeti atas tunduk secara suka rela, sebaliknya jika menikahkan pangeran dengan putri negeri lain artinya hanya hubungan persahabatan biasa. Hikayat ini juga menyinggung tentang kisah kunjungan Bancapatola atau Bataraguru, Raja Buton ke-3, ke keraton Trowulan untuk menghadap Raja Majapahit sebagai tanda kunjungan negara bawahan kepada negara atasannya.
  10. Kisah Perang Maya -> Hikayat dari Nusa Tenggara Timur yg mengisahkan tentang serangan Majapahit yg menghancurkan Kerajaan Munaseli di pulau Pantar. Serangan ini bermula dari rivalitas antara Kerajaan Pandai dan Bernusa dengan Kerajaan Munaseli, yg memuncak pada pecahnya peperangan. Pandai dan Bernusa kemudian meminta bantuan Majapahit untuk melawan Munaseli, dan berakhir dengan hancurnya negeri tersebut. Majapahit akhirnya dapat menakhlukkannya.]

Sumber: https://m.facebook.com/story.php?story_fbid=pfbid02MyT5PZR1Vb4btDh8MNYL451ETV7atJ5QGq3P6SwV5evpbvizatR4L5jATbHA1GPXl&id=100063615005106&mibextid=Nif5oz



SEJARAH DESA KAJORAN

Posted: 28 Mei 2023 in Sejarah
Tag:, , , ,

     

Secara administrasi Desa Kajoran masuk dalam wilayah Kecamatan Karanggayam, Kabupaten Kebumen. Dan secara geografis merupakan sebuah lembah yang dikelilingi oleh hutan dan perbukitan. Sebuah desa yang mempunyai keunikan dari sisi sejarahnya, karena mempunyai keterkaitan sejarah dengan beberapa desa atau wilayah yang mempunyai nama yang sama yaitu Kajoran.
     Masyarakat Kajoran pada umumnya adalah para petani yang bertani secara tradisional. Dari kehidupan sosial masyarakat Kajoran, terlihat bahwa sebagian besar masih sangat menghargai adat, tradisi dan ajaran para leluhur.          
     Walaupun ditengah  derasnya arus globalisasi yang memungkinkan banyaknya ajaran dari luar dengan mudah masuk ke Desa Kajoran, namun masyarakat tetap mampu mempertahankan adat, tradisi dan ajaran para leluhur. Dan semua itu bisa dilakukan karena sebagian besar warga Kajoran masih satu keluarga besar dibawah naungan Trah Mbah Agung Kajoran. Rasa persaudaraan yang ada mempermudah masyarakat mempertahankan prinsip kekeluargaan dan gotong royong yang selama ini menjadi modal sosial terpenting dalam kemasyarakatan.        
      Trah Mbah Agung Kajoran sendiri juga menjadi salah satu keunikan lain dari Desa Kajoran, menjadi desa yang lebih dari 90% adalah keturunan dari pendirinya. Sehingga secara umum dapat mempunyai pandangan yang sama dalam bermasyarakat. Sedangkan nama Kajoran sendiri diambil dari nama tempat asal pendirinya, yakni sebuah wilayah perdikan yang ada di kerajaan Mataram.
Penggunaan nama Kajoran juga sebagai wujud kebanggan kepada para leluhur pendiri Trah Kajoran.

A. Leluhur dan pendiri Desa Kajoran          
Masyarakat di Desa Kajoran dan sekitarnya pada umumnya lebih mengenal beliau dengan nama Mbah Lugu atau Mbah Agung dan juga Eyang Danasari. Pendiri dan leluhur trah Kajoran yang ada di Desa Kajoran, Kecamatan Karanggayam, Kabupaten Kebumen sekitar tahun 1680an. Sebelum kedatangan beliau wilayah Kajoran merupakan sebuah hutan yang dikelilingi oleh pegunungan dan disebut dengan nama hutan Jurangjero.          Kedatangan Mbah Agung awalnya melalui Gunung Buthak yang merupakan batas selatan hutan Jurangjero.  Sesampainya ditempat yang dituju Mbah Agung dan anak serta para pengikutnya memulai ‘babad alas’ untuk membangun pemukiman. Dimulai dari tempat yang sekarang masuk wilayah Dukuh Kemojing, Desa Kajoran. Karena dibangun dan dihuni oleh orang dari Kajoran maka wilayah tersebut selanjutnya disebut sebagai wilayah dengan nama Kajoran. Selain itu nama Kajoran sendiri juga merupakan nama keluarga besar dari Mbah Agung, yakni Trah Kajoran.

B. Cikal bakal pemukiman Kajoran          
Tempat Mbah Agung pertama tinggal sampai saat ini masih terdapat ”petilasannya” berada di sebelah timur Masjid Kajoran yang ada di Dukuh Kemojing, Desa Kajoran. Tempat bersejarah yang menjadi tempat awal pembukaan hutan untuk pemukiman orang-orang Kajoran. Masjid Kajoran merupakan salah satu peninggalan Mbah Agung yang dibuat sejak awal adanya pemukiman Kajoran. Digunakan sebagai tempat ibadah sekaligus mengajarkan ilmu agama, ilmu kebatinan dan kanuragan kepada anak dan pengikutnya. Karena pada dasarnya beliau di tempat asalnya adalah seorang ulama dan juga sesepuh kejawen yang mempunyai banyak murid dan pengikut. Sehingga sampai saat ini sebagian besar warga Kajoran dan sekitarnya merupakan penganut ajaran Kejawen yang masih tetap melestarikan adat serta ajaran dari para leluhur.            Setelah Kajoran mulai berkembang selanjutnya Mbah Agung memilih tinggal di hutan sebelah utara Kajoran untuk menyepi, tepatnya tengah utara hutan Jurangjero. Mbah Agung membuat pesangrahan yang digunakan untuk tinggal dan menghabiskan masa tua. Beliau wafat sekitar tahun 1700an dan dimakamkan di Pesarean Ageng Kajoran di Desa Karangtengah.           Selanjutnya anak cucu Mbah Agung juga melanjutkan babat alas memperluas pemukiman. Diantaranya Mbah Derwak dibantu putra bungsunya yaitu Mbah Kedungpane, membuat pemukiman di utara Kajoran yang diberi nama Kewao. Selanjutnya Mbah Kedungpane meneruskan babat alas sampai ke Kaligondang. Mbah Padureksa dibantu putra sulungnya yaitu Mbah Kertabrani, memperluas pemukiman kearah barat yang sekarang menjadi Kaligowok dan Sudagaran. Mbah Cakradipa putra kedua Mbah Padureksa memperluas pemukiman ke utara sungai di Karangtengah sampai Pagerkitiran. Sehingga sampai Mbah Agung wafat hampir seluruh hutan Jurangjero sudah dibuka untuk pemukiman meskipun saat itu masih terpisah-pisah. Dan diteruskan juga oleh generasi berikutnya memperluas pemukiman sampai perbukitan-perbukitan disekitar hutan Jurangjero.          Setelah Kajoran mulai berkembang selanjutnya Mbah Agung memilih tinggal di hutan sebelah utara Kajoran, tepatnya dilereng utara hutan Jurangjero. Mbah Agung membuat pesangrahan yang digunakan untuk tinggal dan menghabiskan masa tua. Beliau wafat sekitar tahun 1700an dan dimakamkan di Pesarean Ageng Kajoran di Desa Karangtengah. 

C. Terpisahnya Kajoran dan Karangtengah          
Desa Karangtengah merupakan sebuah desa yang berada ditengah-tengah Desa Kajoran. Kajoran dan Karangtengah dibagi menjadi dua wilayah sekitar akhir tahun 1700an, pada masa generasi ke 3 keturunan Mbah Agung, yaitu Mbah Kertabrani sebagai Demang di Kajoran dan Mbah Cakradipa Demang di Karangtengah. Demang adalah pemimpin suatu perkampungan setingkat dengan desa, yang dahulu bertugas menarik pajak atau upeti. Keduanya merupakan putra Mbah Padureksa dari Mbah Derwak Kajoran putra Mbah Agung Kajoran. Diriwayatkan bahwa karena pada masa tersebut yang memungut pajak di Kajoran adalah orang dari luar Kajoran, maka Kertabrani muda berinisiatif sowan ke Keraton untuk meminta kewenangan menarik pajak sendiri di Kajoran dengan ditemani Cakradipa adiknya.           Karena pada akhirnya masing-masing diberi kuasa sebagai penarik pajak di Kajoran, maka mulai saat itu Kajoran terbagi menjadi dua wilayah yakni Kajoran dan Karangtengah. Hingga selanjutnya kedua wilayah tersebut kepemimpinannya diteruskan oleh anak cucu masing-masing. Meskipun secara administrasi saat ini sudah berbeda, namun kehidupan sosial masyarakat Kajoran dan Karangtengah pada dasarnya sama karakternya. Nampak jelas saat didalam kegiatan kemasyarakatan kedua desa sama-sama mempunyai kepedulian satu dengan lainnya.

D. Daftar pemimpin di Kajoran Awal berdirinya Kajoran (1680 – …) :
1. Mbah Agung Kajoran (Pendiri Desa Kajoran)
2. Mbah Derwak Kajoran
3. Padureksa
4. Kertabrani
5. Secadikara
6. Secataruna
7.  Suradikara (…. – 1930)
8. Cokrosudarmo (1930 – 1940)
9. Sosrosuparto (1940 – 1950)
Pasca Kemerdekaan:
10. Surodiwiryo (1950 – 1953)
11. Nititaruno (1953 – 1972)
12. Tarijan (1972 – 1989)
13. Sutarno (1989 – 1999)
14. Sudiyo (1999 – 2007)
15. Suroso (2007 – 2013)
16. Sudiyo (2013 – 2019)
17. Ariyanto (2019 – sekarang)

Sumber : https://kajoran.kec-karanggayam.kebumenkab.go.id/index.php/web/artikel/115/73



Ketika lebih dari 500 kapal dan 40.000 pasukan harus dikerahkan oleh Dinasti Mongol saat menginvasi Jepang namun pada invasinya di Nusantara mereka justru harus perlu menerjunkan armada kapal perangnya hingga jumlah mencapai 1.000 kapal namun pasukan yang disertakannya hanya 20 hingga 30 ribu saja, ini tentu terkait strategi.

Ini terkait dengan kelebihan lawan yang berbeda-beda yang akan mereka hadapi kelak.

Dan terkait strategi perang, pada saat itu, Mongol adalah jagonya. Buktinya adalah Eropa Timur meliputi Rusia, Ukraina, Polandia, Bulgaria, hingga Asia Tengah dan Asia dimana China, India hingga Pakistan mereka gulung dalam satu libasan saja pada perang yang mereka kobarkan.

Dalam penyerbuannya ke Rusia melalui Azerbaijan, ke Georgia dan sepanjang Laut Kaspia, pada 1221 jenderal Mongolia Jebei dan Subedei memimpin pasukan yang berjumlah 20.000

Dengan ganas mereka melibas aliansi suku-suku Turki dari stepa, termasuk Alans , Cherkesz Kipchaks dan Cumans. Gabungan dari para Pangeran Rusia pun pada akhirnya masih tak mampu menolong mereka.

Pada 31 Mei 1223 Mongol meraih kemenangan atas pasukan koalisi dari beberapa negara Rusia di tepi sungai Kalchik atau Kalka di kawasan Oblast Donetsk Modern, Ukraina.

Terkait Irak, saat itu kota Bagdad adalah pusat peradaban dunia. Siapakah tak kenal Kekhalifahan Bani Abbasiyah dengan segala kebesarannya? Kiblat dunia dalam bidang filsafat, fisika hingga kedokteran mengarah pada kota itu. Abad keemasan Islam terpancang pada nama besar dinasti itu.

Kekhalifahan Bani Abbasiyah yang termashur itu berakhir di tangan bangsa Mongol. Pada tahun 1258 serangan Mongol yang dipimpin Hulagu Khan menghancurkan Baghdad hingga rata dengan tanah dan tak menyisakan sedikitpun pengetahuan yang dihimpun selama ratusan tahun yang tersimpan di perpustakaan Baghdad.

Konon Kekhalifahan Bani Abbasiyah berlanjut di Kairo mulai tahun 1261 dibawah naungan Kesultanan Mamluk Mesir.

Hingga saat itu, bisa dibilang, tak ada kekuatan di sebelah mana pun di sudut bumi ini mampu membendung kegilaan Mongol. Konon katanya, duapertiga dari luas bumi dalam genggaman bangsa itu.

“Trus atas alasan apa Nusantara mampu membendung kekuatan Mongol?”

Saat mereka memilih mengerahkan 1.000 kapal ketika menyerbu kita dan pada invasi ke Jepang jumlah kapalnya jauh lebih sedikit padahal jumlah pasukan justru terbalik, tentu terkait antisipasi pada kekuatan laut kita bukan?

Dengan kata lain, keunggulan Nusantara di mata mereka adalah di laut dan maka satu-satunya cara meruntuhkan Nusantara hanya mungkin dapat dilakukan dengan kepemilikan armada yang lebih perkasa.

“Apakah dapat dibuktikan?”

Tiongkok adalah bangsa yang rajin membuat catatan. Salah satu buku abad ke-3 yang berjudul “Hal-Hal Aneh dari Selatan” karya Wan Chen adalah salah satunya .

Wan Chen pernah mendeskripsikan adanya sebuah kapal yang masuk ke Pelabuhan China di mana ada kapal yang mampu membawa 700 orang dengan lebih dari 10.000 kargo.

(Ingat, pada abad 3, sudah ada kapal yang membuatnya terperangah.)

Menurutnya, kapal itu berasal dari K’un-lun yang berarti “kepulauan di bawah angin” atau “negeri Selatan”. Kapal-kapal yang disebut K’un-lun po itu panjangnya lebih dari 50 meter dan tingginya di atas air adalah 4-7 meter.

Kapal raksasa itu kelak sering disebut atau dinamai dengan Jong atau Jung.

Pun I-Tsing (635 – 713) yang adalah seorang biksu Buddha Tionghoa yang sangat terkenal yang konon diberitakan pernah berkelana melalui jalur laut menuju ke India untuk mendapatkan teks agama Buddha dalam bahasa Sanskerta.

Dalam catatan perjalanan keagamaan I-Tsing (671-695 M) dari Kanton ke Perguruan Nalanda di India Selatan, ia menulis bahwa ia menggunakan kapal Sriwijaya. Pada catatannnya pun, dia menulis bahwa Sriwijaya sebagai negeri yang menguasai lalu lintas pelayaran di ”Laut Selatan”.

Masih ada banyak catatan mereka terkait negeri di selatan itu yang memiliki kapal besar dan kuat itu.

Adakah catatan-catatan itu bukti bahwa sudah sejak lama Nusantara adalah negeri penguasa lautan?

Menurut catatan sejarah, perkapalan laut China tidak ada sampai akhir dinasti Song yakni pendahulu dinasti Yuan (Mongol) dimana kaisar Kubilai Khan berkuasa. Pada masa sebelum itu kapal mereka adalah kapal sungai.

Di kemudian hari memang muncul kapal jung Cina Selatan yang menunjukkan ciri-ciri jong seperti kapal dari selatan. Lambungnya berbentuk V dan berujung ganda dengan lunas, dan menggunakan kayu asal daerah tropis.

Ini berbeda dengan kapal Cina bagian utara, yang dikembangkan dari perahu-perahu sungai berlambung datar. Kapal-kapal Cina utara memiliki dasar lambung yang rata, tidak memiliki lunas, tanpa rangka, buritan dan haluan berbentuk persegi, dibuat dari kayu pinus atau cemara, dan papannya diikat dengan paku besi atau penjepit.

Bukankah dengan demikian itu dapat kita artikan bahwa teknologi perkapalan kita memang jauh sudah lebih dulu ada dan lebih maju dibanding mereka?

Dan fakta bahwa jalur perdagangan di Asia Tenggara di mana kondisi geografisnya yang berpulau pulau benar dikuasai oleh kapal kapal besar bernama Jung memang dapat dibuktikan dengan banyaknya catatan dari para pelaut Eropa.

Dan maka, adakah korelasi terkait armada perang Mongol yang harus lebih powerful saat menyerbu Nusantara dibanding saat menyerang Jepang menjadi lebih masuk akal?

“Kenapa harus menyerang Nusantara?”

Pada Musim Gugur 1274, sebagaimana dikutip dari Ancient Origins, bangsa Mongol melancarkan invasi pertama mereka ke Jepang, yang kemudian dikenal sebagai Pertempuran Bun’ei.

Sebelum mencoba untuk menginvasi Jepang, pasukan Mongol yang dipimpin Kubilai Khan telah lebih dulu berhasil menaklukkan Tiongkok pada tahun 1230 dan Korea pada tahun 1231.

Tak kurang dari 500 kapal dan 40.000 prajurit, sebagian besar etnis Tionghoa dan Korea.

Pada tahun 1293, berdasarkan naskah Yuan Shi, 20-30 ribu prajurit dikumpulkan dari Fujian, Jiangxi dan Huguang di Tiongkok selatan bersama dengan 1.000 kapal serta bekal untuk satu tahun teecatat dipersiapkan untuk menyerang Nusantara.

Pasukan itu dipimpin oleh Shi-bi, orang Mongol, Ike Mese, orang Uyghur yang berpengalaman dalam pelayaran ke luar negeri, dan Gaoxing, orang Tiongkok.

Pada perang di Jepang Mongol gagal karena alam tak berpihak padanya, pada perang dengan Singasari Mongol sangat dipermalukan.

Pada Jepang topan besar atau siklon tropis hadir dan mengahncurkan armada Mongol, pada Singasari mereka yang kemarin adalah pemburu tak kenal kata ampun justru diburu dan tewas dengan mengenaskan sedikit demi sedikit akibat strategi Raden Wijaya.

“Koq bisa?”

Perang di laut tak pernah terjadi. Laut Nusantara seolah kosong dari patroli kapal-kapal Singasari. Raja Kertanegara dikabarkan telah tewas akibat kudeta dari Jayakatwang.

Konon, Jaya Katwang menyerang Singasari saat pasukan utama dengan armada besarnya sedang melakukan ekpespedisi Pamalayu.

Menurut Pararaton, sepuluh hari setelah pengusiran utusan Mongol, Kertanegara mengirin pasukan Kebo Anabrang menuju kerajaan Darmasraya di Sumatera pada tahun 1275. Bisa jadi, ini adalah tentang konsolidasi atau persiapan menghadapi serbuan Mongol yang marah.

Singasari runtuh dan namun menantu Kertanegara yakni Raden Wijaya selamat. Kelak, Wijaya ini adalah pendiri kerajaan Majapahit.

Menjadi luar biasa adalah ketika justru Wijaya mampu memperalat pasukan Mongol ini untuk balas dendam pada Jayakatwang. Pasukan Mongol dengan segala kemegahannya yang datang dari tempat sangat jauh dan bertugas untuk menghukum mertuanya justru dimanfaatkan menjadi kaki tangan meruntuhkan kerajaan Kadiri dimana Jayakatwang sang pembunuh mertuanya adalah rajanya.

Ketika Kadiri akhirnya runtuh, Wijaya berbalik menyerang pasukan Mongol. Pasukan dengan pengalaman tempur luar biasa itu ternyata tak siap melawan taktik Wijaya. Dengan banyak jebakan-jebakan tak terduga, pasukan pemburu itu kini diburu. Jumlah mereka terus menyusut. Mereka terbunuh sedikit demi sedikit tanpa bisa berbuat banyak.

Dan ketika mereka akhirnya dapat kembali ke kapal, armada pasukan Jawa yang dipimpin oleh rakryan mantr Aria Adikara melakukan serangan dan menghancurkan sejumlah kapal Mongol.

Seperti jatuh tertimpa tangga, pasukan Yuan yang mundur secara kacau balau itu kini terdesak waktu. Musim angin muson sebagai satu-satunya cara dapat membawa mereka pulang akan segera berakhir. Terjebak di pulau Jawa untuk enam bulan berikutnya jelas bukan pilihan baik, mereka memutuskan pergi.

Akibat dari strategi yang dijalankan oleh Wijaya, pasukan Han Utara di bawah Jenderal Shi Bi kehilangan lebih dari 3.000 orang. Sementara, pasukan yang khusus dibentuk untuk tugas operasi ini, terbunuh dalam jumlah lebih banyak.

Konon secara keseluruhan ada sekitar 60% tentara Yuan terbunuh yakni sekitar 12.000-18.000 orang. Pun kapal yamg harus mereka tinggal. Kelak, teknologi meriam dari kapal-kapal itu membuat Majapahit mampu memproduksi Cetbang atau meriam khas Majapahit.

“Menang dengan licik koq bangga?”

Adakah kekuatan militer Iraq pada jaman Sadam Husein memiliki nilai lebih dari 10 persen kekuatan militer AS?

Sepertinya tidak. Namun itu tak lantas membuat militer AS berani menyerangnya bukan? Masih dibutuhkan embargo internasional selama bertahun tahun agar Iraq makin lemah dan baru serangan itu dilakukan.

Itu bukan soal curang atau tidak. Itu soal keputusan melakukan perang yang mutlak harus dimenangkan.

Perang tak pernah terjadi justru ketika kekuatan keduanya seimbang.

Raden Wijaya tak pernah mengundang perang datang padanya. Peranglah yang mendatanginya. Bila strategi itu terlihat tak elegant, adakah hal lebih penting dari usaha untuk menyelamatkan negaranya?

Dan para jenderal Mongol memang benar-benar tak berdaya melawan Raden Wijaya. Mereka pulang dalam kondisi mental yang hancur.

Pada Jepang, serangan kedua dengan armada lebih besar gagal. Kembali alam berpihak pada rakyat Jepang. Kamikaze sebagai istilah dewa yang menyelamatkan muncul dari kisah ini.

Orang-orang Jepang percaya topan itu telah dikirim oleh para dewa untuk melindungi mereka dari musuh. Mereka kemudian menyebut angin topan ini sebagai Kamikaze yang berarti angin dewa.

Pada Nusantara, dalam marahnya Kublai khan merencanakan invasi yang lain ke Nusantara. Rencanyanya, mereka akan datang lagi dengan kekuatan 100.000 tentara, tetapi rencana ini tak pernah terjadi. Bukan hanya dewa berpihak pada rakyat Nusantara, Kublai Khan keburu dipanggil TYME.

Akan tetapi, tokoh lain yang melewati Nusantara, yaitu Ibn Battuta dan Odoric dari Pordenone, melaporkan bahwa Nusantara kembali diserang beberapa kali oleh Mongol. Luar biasanya, serangan itu selalu berhasil digagalkan.

Selain itu, prasati Gunung Butak (tahun 1294 M) menyebutkan bahwa Aria Adikara berhasil mencegat invasi laut Dinasti Yuan selanjutnya. Bukan hanya mencegat, dia bahkan juga mengalahkannya sebelum mereka sampai.

Pada invasinya ke Nusantara, bukan hanya sekedar kalah, Mongol justru sangat dipermalukan. Sejarah keganasan tentara mereka yang konon sangat ditakuti tak berlaku di Nusantara. Seperti macan tak bertaring, mereka hanya buruan bagi pasukan Wijaya.

Perang melawan Nusantara adalah perang dengan hasil paling memalukan bagi sejarah bangsa penguasa duapertiga bumi itu.
.
.
.
RAHAYU
.
Karto Bugel


Prabu Jaya Katwang

Wayang sudah ada sejak sejarah Jawa kuno. Memiliki berbagai model dan bahan pembuatannya. Ada wayang beber, ada pula wayang suket, dan ada wayang lainnya. Menjadi tradisi yang berlangsung turun temurun hingga datanglah era wali songo.

Pada saat era Kanjeng Sunan Kalijaga berdakwah beliau hendak menggunakan wayang sebagai media dakwah. Mengingat wayang sarat akan cerita dan nilai luhur. Tentu dengan kepiawaian beliau bisa disempurnakan lagi dengan nilai-nilai Islami.

Namun, beliau diberi nasehat oleh Kanjeng Sunan Giri. Sebab, dalam ajaran Islam, menggambar dan melukis gambar hidup ada batas pelarangannya. Jadi, wayang yang dibuat haruslah tidak bertentangan dengan peraturan dalam Islam.

Lalu, Kanjeng Sunan Kalijaga memasrahkan pembuatan wayang kepada Kanjeng Sunan Giri. Beliau dipercaya lebih paham maksud dari batas larangan tersebut sampai di mana.

Kanjeng Sunan Giri-lah yang membuat bentuk-bentuk dasar wayang yang kita kenal saat ini. Bentuk-bentuk stilisasi bergaya surealis. Tampak seperti makhluk hidup tetapi jelas sekali bukan seperti wujud semestinya. Kalau jaman sekarang mirip dengan karikatur.

Karena itulah sebagai penghargaan pemimpin Dewa tertinggi dalam kisah wayang diberi nama oleh Kanjeng Sunan Kalijaga sebagai Sanghyang Girinata.

Versi lain menyebutkan, bahwa yang melobi dan membantu pembuatan karakter tokohnya ialah Kanjeng Sunan Kudus. Dan setelah melihat wujud wayang kulit yang baru, maka Kanjeng Sunan Giri tidak berkomentar lagi. Tidak ada statemen larangan dari beliau seperti di awalnya.

Lalu, Kanjeng Sunan Kalijaga sowan kepada Guru beliau, Kanjeng Sunan Bonang, memohon agar dibuatkan musik yang berbeda dari yang sudah ada. Dan musik itu merupakan bagian dari dakwah.

Maka dibuatlah musik khas wayang kulit berbunyi: nang ning nang nong nang ning nang nong nang ning nang nong ndang ndang ndang gung. Merupakan pesan: nang kene (entuk dadi opo wae) nang kono (entuk ngopo wae) nanging aja lali ndang baliyo nang Sang Hyang Agung. Yang kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia: orang itu bisa dan boleh saja menjadi apapun dimanapun berada tetapi jangan lupa segera kembali kepada Sang Yang Agung, Tuhan Yang Maha Tinggi (Gusti Allah subhanahu wata’ala).

Menurut catatan sejarah, wayang jenis ini pertama digelar di pelataran Masjid Agung Demak. Dengan kepiawaian pedalangan Kanjeng Sunan Kalijaga maka wayang kulit yang merupakan ijtihad kolektif para wali songo ini berhasil menyentuh kalbu penduduk Jawa.

Lalu, beberapa bagian cerita dan tembangnya disempurnakan lagi oleh Kanjeng Sunan Muria yang merupakan putra dari Kanjeng Sunan Kalijaga. Dan kemudian turun temurun hingga saat ini. Menjadi khazanah asli bangsa Indonesia yang diakui oleh dunia internasional.

Jadi, membenturkan wayang kulit yang sudah dipoles oleh para wali penyebar agama Islam dengan ajaran Islam merupakan suatu hal yang sangat aneh.

Apalagi dengan dibumbui supaya wayang dimusnahkan dan para dalang hendaknya bertaubat. Tentu saja ini menimbulkan ketersinggungan luar biasa bagi bangsa Indonesia khususnya masyarakat Jawa.

Mari kita kawal wayang kulit sebagai bagian dari warisan karomah para wali ini dari tangan dan lisan jahil yang hendak memberangus tradisi kita. Wayang itu tradisi Indonesia yang sarat akan nilai-nilai Islami.

Mari kita bela, mari kita jaga, marinkita lestarikan. Wayang itu bukan sekedar warisan para wali songo tetapi juga amanah yang wajib kita estafetkan kepada anak cucu kita.

Salam Persatuan Indonesia 🇲🇨🇲🇨🇲🇨

Sumber: Shuniyya Ruhama